Konsep “Quiet Luxury”: Gaya Hidup Mewah Tanpa Pamer Kekayaan
Quiet luxury
Quiet luxury
Di era media sosial, banyak orang berlomba menampilkan kemewahan lewat logo besar dan barang mencolok. Namun, muncul tren baru yang justru bergerak ke arah sebaliknya — “quiet luxury”, gaya hidup mewah yang tidak perlu berteriak. Gaya ini menekankan kualitas, keanggunan, dan keheningan, bukan sekadar harga atau status.
Apa Itu Quiet Luxury?
Quiet luxury adalah konsep gaya hidup mewah yang tidak menonjolkan merek atau simbol status secara eksplisit. Alih-alih memamerkan logo besar, penganut gaya ini memilih pakaian, properti, atau pengalaman yang berkualitas tinggi namun sederhana dan elegan.
Menurut Vogue Business, tren ini menekankan “ketenangan dan keaslian” dalam menikmati kemewahan, bukan lagi soal validasi publik.
Ciri Khas
- Tanpa Logo Besar
Merek seperti Loro Piana, The Row, atau Brunello Cucinelli mengandalkan kualitas bahan dan potongan sempurna, bukan logo mencolok. - Kualitas di Atas Kuantitas
Orang dengan gaya hidup ini lebih suka membeli sedikit barang tapi tahan lama dan bernilai tinggi. - Warna Netral dan Desain Minimalis
Palet warna seperti beige, abu, dan putih mendominasi — menciptakan kesan tenang, bersih, dan abadi. - Sikap yang Elegan, Bukan Pamer
Bukan hanya soal pakaian, tapi juga cara berperilaku: rendah hati, percaya diri tanpa butuh pengakuan.
Asal-usul Tren Quiet Luxury
Konsep ini sebenarnya bukan hal baru. Di tahun 1990-an, brand seperti Hermès dan Bottega Veneta sudah mengusung filosofi “When your own initials are enough”. Tapi tren ini kembali naik setelah serial Succession dari HBO menampilkan gaya berpakaian keluarga miliarder tanpa satu pun logo mewah mencolok.
Menurut The Guardian, kebangkitan ini juga jadi bentuk reaksi terhadap budaya flexing di media sosial yang mulai dianggap norak dan tidak sensitif secara sosial.
Filosofi di Balik Quiet Luxury
Lebih dari sekadar tren fashion, gaya hidup ini adalah pernyataan hidup.
- Bahwa kekayaan sejati bukan untuk dipamerkan, tapi untuk dinikmati.
- Bahwa ketenangan lebih berharga daripada pengakuan publik.
- Bahwa kualitas, integritas, dan selera adalah bentuk kemewahan paling murni.
Dalam konteks ini, “mewah” berarti mampu memilih dengan bijak, bukan mengonsumsi berlebihan.
Quiet Luxury vs Loud Luxury
| Aspek | Quiet Luxury | Loud Luxury |
|---|---|---|
| Logo & Brand | Minim, hampir tak terlihat | Logo besar & desain mencolok |
| Fokus | Kualitas & kenyamanan | Status & pengakuan sosial |
| Gaya | Elegan, netral, klasik | Trendy, berwarna, ramai |
| Filosofi | Mewah tapi tenang | Mewah yang “teriak” |
Tren ini banyak diikuti kalangan profesional, eksekutif muda, dan sosialita yang ingin tampil eksklusif tapi tidak berlebihan.
Mengapa Quiet Luxury Semakin Populer?
- Kelelahan terhadap budaya konsumtif.
Orang mulai bosan dengan gaya hidup pamer kekayaan yang dangkal. - Kesadaran lingkungan.
Produk berkualitas tinggi biasanya lebih berkelanjutan dan tidak cepat dibuang. - Eksklusivitas sejati.
Barang yang “tidak terlihat mahal” justru jadi simbol kelas yang lebih tinggi. - Kedewasaan finansial dan emosional.
Quiet luxury menunjukkan seseorang sudah melewati fase “butuh pengakuan”.
Quiet Luxury di Indonesia
Di Indonesia, tren ini mulai terlihat pada kalangan profesional dan selebriti yang tampil elegan tanpa banyak ornamen. Brand lokal seperti Masshiro & Co. atau Argyle & Oxford mulai mengusung desain netral, bahan premium, dan filosofi minimalisme.
Gaya hidup ini juga merambah ke sektor properti dan pariwisata — hotel butik berdesain tenang dengan pelayanan personal kini lebih dicari dibanding resort besar penuh kemewahan.
Kesimpulan
Quiet luxury adalah tentang memilih keanggunan dibanding kemewahan berisik. Ini bukan sekadar gaya berpakaian, tapi cara berpikir — bahwa keindahan sejati tidak butuh validasi.
Seperti kata pepatah lama: “Class is when you have everything to show but choose not to.”
(Baca Juga: Manusia Abadi: Etika di Balik Teknologi Anti-Penuaan)
